NU (Nahdlatul Ulama) merupakan organisasi
islam yang berfaham Ahlussunnah wal Jama’ah dengan jumlah jam’iyah maupun
jama’ah terbesar di Indonesia. Keberadaan Nahdlatul Ulama menjadi bagian
penting dari perjalanan bangsa Indonesia mulai zaman pra kemerdekaan hingga
saat ini. Untuk memaksimalkan peran pengabdian terhadap agama dan bangsa,
Nahdlatul Ulama membagi kalangannya menjadi beberapa lembaga dan badan otonom. Dari
beberapa Badan Otonom yang dimiliki NU, IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul
Ulama) merupakan salah satunya.
IPPNU hadir sebagai wadah berhimpun para
pelajar putri Nahdlatul Ulama, melihat dari kebutuhan kaderisasi yang ada di
Nahdlatul Ulama dan untuk menjawab berbagai tantangan zaman dalam perjalanan
bangsa Indonesia. Orientasi IPPNU dalam langkah perjuangannya berkaitan erat terhadap
aspek kekaderan dan keterpelajaran dengan mengedepankan intelektualitas, akhlakul
karimah, berbudaya toleransi dan anti kekerasan. Hal ini disadari karena kader
putri merupakan aset yang besar untuk bangsa Indonesia. Ketika para kader putri
telah terbekali dengan intelektualitas, akhlakul karimah, semangat
mengembangkan budaya toleransi dan anti kekerasan, maka tidak ada kekhawatiran putri-putri
bangsa terutama yang berhimpun pada Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama akan terjerumus
ke arah negatif dan kelak dapat menggerogoti keutuhan bangsa Indonesia sendiri.
A.
Sejarah
Kelahiran
Pemikiran
untuk menghimpun para pelajar NU ini berawal dari lahirnya badan otonom NU
dikelompok usia atasnya, yaitu Muslimat NU, GP Ansor dan Fatayat NU. Selain hal
tersebut, pemikiran untuk membentuk organisasi himpunan pelajar NU juga
didasari dengan maraknya organisasi pelajar yang berfaham Aswaja terlebih sejak
masa pra kemerdekaan. Di kota Surabaya terbentuk Tsamrotul Mustafidin pada tahun 1936 dan terbentuk Persatoean Santri NO (PERSANO) pada
tahun 1939. Di kota Malang terbentuk Persatoean
Anak Moerid NO (PAMNO) pada tahun 1941 dan Ikatan Moerid NO pada tahun 1945. Di Sumbawa memiliki Ijtima’ut
Tholabah yang lahir pada tahun 1946 dengan persatuan sepak bolanya yaitu Ikatan Sepak Bola Peladjar NO (ISPNO).
Selain itu di pulau madura didirikan Syubbanul
Muslimin dan Ijtima’ut Tholabiyyah
pada tahun 1945.
Lahirnya
berbagai organisasi keterpelajaran dengan faham Aswaja tersebut menunjukkan
suatu realitas bahwa terdapat banyak sekali titik kesamaan yang selanjutnya memberikan
inspirasi perlu adanya satu wadah untuk menyatukan berbagai perkumpulan
tersebut. Gagasan ini disampaikan pada Konferensi Besar LP Ma’arif NU pada
bulan Februari 1954 di Semarang. Atas usul berbagai pelajar dari Yogyakarta,
Surakarta dan Semarang, pada tanggal 24 Februari 1954 bertepatan dengan 20
Jumadil Akhir 1373 H, Konbes LP. Ma’arif menyetujui berdirinya organisasi
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dengan ketua Pimpinan Pusat Mohammad
Tolchah Mansoer.
Sejarah
berdirinya IPNU pada saat Konbes LP Ma’arif,
maka pada awalnya IPNU berada pada naungan LP. Ma’arif. Hal tersebut
berlangsung hingga Kongres keenam di Surabaya, IPNU dan juga nantinya IPPNU
menjadi badan otonom di bawah PBNU. Langkah awal pergerakan IPNU pada tanggal
29 April-1 Mei 1954 adalah dengan mengadakan Konferensi Segi Lima yang terdiri
dari utusan-utusan dari Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Jombang dan Kediri.
Dalam Konferensi tersebut diputuskan bahwa organisasi IPNU berasaskan
Ahlussunnah wal Jama’ah, hanya beranggotakan putra saja yang berasal dari pesantren,
madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi.
Singkat
cerita, pendirian IPNU sebagai organisasi pelajar di kalangan Nahdliyin
tersebut menimbulkan gagasan tentang perlunya organisasi pelajar di kalangan
Nahdliyat terlebih setelah kelahiran Muslimat NU (29 Maret 1946) dan Fatayat NU
(23 April 1950) yang masing-masing beranggotakan ibu-ibu paruh baya dan ibu-ibu
muda di kalangan Nahdliyat. Hal tersebut didukung dengan hasil keputusan
muktamar NU ke 20 tahun 1954 bahwa IPNU adalah satu-satunya organisasi pelajar
yang secara resmi bernaung di bawah NU dan hanya untuk putra, sedangkan pelajar
putri sebaiknya diwadahi secara terpisah. Gejolak politik di Indonesia saat itu
dengan pemanfaatan pelajar putri dari kalangan NU oleh ormas-ormas yang
berafiliasi kepada partai politik tertentu di luar NU juga merupakan salah satu
alasan lain agar terbentuknya organisasi pelajar putri dalam tubuh NU sendiri
untuk mewadahi para pelajar putrinya.
Gagasan
untuk didirikannya IPPNU dengan berbagai alasan tersebut muncul ketika
dilakukannya diskusi-diskusi ringan oleh beberapa remaja putri yang sedang
menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta pada akhir tahun 1954 di
kediaman Nyai Masyhud yang merupakan ibu dari Nyai Mahmudah Mawardi, ketua umum
PP. Muslimat NU 1952-1979. Para pelajar putri tersebut adalah Umroh Mahfudzoh,
Basyiroh Saimuri, Atikah Murtadlo, Latifah Hasyim dan Romlah, dengan panduan
ketua PC Fatayat Surakarta saat itu, yaitu Nihayah.
Gagasan
tersebut semakin matang setelah terbentuknya tim kecil atas usulan Kyai Ahmad Mustahal (ketua
PCNU Surakarta masa itu) dan selanjutnya tim kecil tersebut menyusun draf
resolusi yang akan disampaikan kepada PP IPNU di Yogyakarta. Dalam penyampaian
resolusi tersebut, Umroh Mahfudzoh dan Lathifah Hasyim sebagai utusan juga menyertakan
permintaan agar pelajar-pelajar putri yang berada di wilayah cabang-cabang IPNU
dapat turut serta menjadi peserta pada kongres I IPNU di Malang. M. Tholhah
Mansur selaku ketua PP IPNU menyetujui permintaan tersebut dan disepakati bahwa
peserta putri yang akan hadir dalam kongres I IPNU di Malang nantinya dinamakan
IPNU Putri.
Sesuai
kesepakatan, Kongres I IPNU yang berlangsung pada tanggal 28 Februari-5 Maret
1955 di Malang tersebut dihadiri oleh peserta putri yang berasal dari lima
cabang yaitu Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang dan Kediri. Berdirinya
IPPNU pada saat itu melalui negosiasi cukup alot dengan pengurus teras IPNU,
rencana awal secara administratif IPNU putri hanya akan menjadi departemen di
dalam IPNU tertolak, karena IPNU merasa tidak pernah secara formal mendirikan
IPNU putri. Terlebih melihat hasil keputusan Konferensi Segi Lima IPNU di
Surakarta, hasil dari negosiasi tersebut mengarah pada kesan IPNU kelak hanya
akan lebih serius dalam membina anggota dari kalangan putra.
Dengan
hasil negosisasi tersebut, akhirnya peserta putri dari lima daerah mengadakan
pertemuan secara terpisah. Pertemuan ini juga tidak berjalan dengan mudah menuju
adanya suatu keputusan. Dalam proses pembicaraan, sempat merata berkembang pemikiran
IPNU putri hanya merupakan satu departemen khusus dalam IPNU karena berbagai
alasan. Namun, setelah diadakannya konsultasi dengan penanggung jawab
organisasi pelajar yaitu K.H. M. Syukri Ghazali (ketua PB Ma’arif NU) dan Nyai
Mahmudah Mawardi (ketua PP Muslimat) menghasilkan keputusan agar IPNU putri
menjadi badan yang terpisah dari IPNU kemudian berganti nama menjadi IPPNU.
Hingga akhirnya pada tanggal 2 Maret 1955 M bertepatan dengan 8 Rajab 1374 H
resmi dideklarasikan resolusi terbentuknya IPPNU dan ditetapkan sebagai hari
lahir IPPNU.
Sejarah
lahir tersebut pada akhirnya melahirkan sejarah berikutnya yang begitu panjang
dalam perjalanan IPPNU. masa pertumbuhan 1955-1963, masa perjuangan 1963-1981, masa
pergulatan (1981-1991) dan masa peneguhan (1991-sekarang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar